Penelitian terkait infark miokard akut,
baru-baru ini menunjukan adanya penurunan penderita infark
miokard akut. Penelitian tersebut menunjukkan penurunan antara tahun
2000 dan 2008, penurunan yang dramatis pada kejadian ST elevasi miokard infark terjadi sejak tahun 1999. 1
Pada
penderita gangguan jantung terdapat pemeriksaan EKG. Pemeriksaan EKG
dilakukan sebagai tes skrining untuk mendeteksi left ventricular hypertrophy
(LVH) pada pasien dengan hipertensi
karena untuk menentukan nilai klinis, dengan ketersediaan yang luas dan biaya yang murah. Penelitian ini menilai EKG pada
obesitas, penderita dengan berat
badan normal, dan tidak mempertimbangkan orang kurus atau derajat obesitas.
Pada penelitian ini terdapat kesimpulan bahwa orang sangat kurus atau obesitas
sangat berhubungan dengan QRS aksis atau gelombang R tinggi. Hasilnya,
menganjurkan bahwa BMI harus di pertimbangkan terutama saat menilai LVH pada
EKG. 2
Angka
kematian pada pasien dengan infark miokardium akut (IMA) telah menurun secara
signifikan oleh karena strategi terapi reperfusi saat ini. Terapi reperfusi dapat berakibat pada cedera
reperfusi. Oleh karena itu, tatalaksana pada pasien ini menghadapi tantangan
baru dalam hal diagnosis dan tatalaksana gagal jantung, identifikasi kondisi
iskemia, estimasi keperluan antikoagulan, dan penilaian risiko kardiovaskuler
secara menyeluruh. Ilustrasi kasus ini akan menunjukkan pengaruh magnetic
resonance imaging (MRI) kardiak dalam penilaian patofisiologi IMA pada era
terapi reperfusi. MRI kardiak akan memberikan informasi berguna yang akan
membantu para klinisi dalam tatalaksana dan pemilihan strategi terapi spesifik pada pasien IMA. MRI kardiak memberikan
penilaian fungsi, perfusi dan karakterisasi jaringan dengan cara sangat
reproduktif selama pemeriksaan tunggal bahkan pada pasien dengan keterbatasan jendela
akustik. Aplikasi paling penting
dari MRI adalah evaluasi dari “penyelamatan myokardium”. Kesimpulannya, MRI
kardiak dapat menyediakan berbagai informasi klinis yang berguna dengan
mendeteksi lokasi dari transmural nekrosis, ukuran infark dan edema miokardium. 3
Penelitian menunjukkan adanya penurunan
jumlah penderita infark miokard akut. Penatalaksanaan
untuk mengurangi angka kematian penyakit infark
miokard akut diantaranya
adalah mengurangi beban kerja jantung, meningkatkan curah jantung dan
kontraktilitas jantung, selain hal tersebut mobilitas dini juga sangat
diperlukan. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kekambuhan pada pasien dengan infark miokard akut dapat berkurang dengan
adanya mobilisasi dini, pengetahuan dan konseling untuk pasien AMI, seperti
memberikan dukungan dan informasi kepada pasien dan keluarganya tentang
penyakit jantung, memberi semangat pasien untuk taat terhadap program aktivitas
dirumah dan program berjalan, program edukasi dan memberi semangat terhadap
pasien dan pasangannya untuk patuh terhadap program latihan di rumah sakit,
serta dukungan dari anggota keluarga untuk membantu perubahan sikap dan
perilaku hidup pasien AMI.
4
Selain
dengan mobilitas dini terdapat juga terapi untuk menurunkan angka penyakit infark miokard akut yaitu dengan Terapi Sel Punca
pada Infark Miokard. Infark
miokard adalah nekrosis masif otot jantung disebabkan ketidakseimbangan antara
suplai darah dan kebutuhan oksigen otot jantung. Secara teoris dapat terjadi
penyembuhan infark miokard, meski dipercaya kemampuan regenerasi ini tidak
cukup untuk memperbaiki fungsi jantung. Sampai saat ini terapi yang ada tidak
bersifat kuratif kaena tidak mengganti sel yang telah mati. Penelitian terbaru
memperlihatkan bahwa sel otot jantung yang telah mati dapat di gantikan oleh
terapi sel punca yang dapat mengalami replikasi dan berdeferensiasi menjadi
kardiomiosit untuk menggantikan sel otot jantung yang mati. Berbagai penelitian
penggunaan sel punca untuk terapi infark miokard akut telah banyak dilakukan,
baik pada hewan, maupun uji coba pada manusia untuk menilai keamanan dan
manfaatnya. Perbaikan jantung berbasis sel merupakan pendekatan yang menarik
untuk membangun kembali otot jantung yang rusak pada infark miokard. Dalam
pemilihan sel punca untuk terapi sel pada infark miokard, yang perlu
diperhatikan bukan hanya kemampuan diferensiasi, menunjang angiogenesis, dan
mensekresi berbagai faktor pendukung, tetapi perlu dipertimbangkan pula
kemudahan untuk mendapatkan sel punca tersebut. Selain itu, cara pemberian dan
efek samping yang mungkin ditimbulkan juga perlu dipertimbangkan. 5
Daftar
Pustaka
1. Robert W. Yeh,
M. D., Stephen Sidney, M.D., M.P.H., Malini Chandra, M.B.A., Michael Sorel,
M.P.H., Joseph V. Selby, M.D., M.P.H., and Alan S.Go MD. New England Journal. Popul
Trends Incid Outcomes Acute Myocard Infarct. 2010;362(23):2213-2224.
doi:10.1056/NEJMoa1109400.
2. Kurisu S,
Ikenaga H, Watanabe N, et al. Electrocardiographic characteristics in the
underweight and obese in accordance with the World Health Organization
classification. IJC Metab Endocr. 2015;9:61-65.
doi:10.1016/j.ijcme.2015.10.006.
3. Mulia E,
Wicaksono SH, Kasim M. Role of cardiac MRI in acute myocardial infarction.
2013;(Figure 2):46-53.
4. Wijayanti C.
Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap pasien terhadap perilaku
mobilisasi dini pada pasien ami di ruang icu rsud ungaran. 2007;18:1-7.
5. Yuliana I,
Suryani D. Terapi Sel Punca pada Infark Miokard Stem Cell Therapy in Myocardial
Infarction. Bioteknologi. 2012;11(2):176-190.
6. Image Source : http://redkank.com
3 Komentar untuk "Tugas TI - Analisa Jurnal Infark Miokard Akut"
Apakah AMI berbahaya buat jantung kita ya mas?
Terima Kasih mba Mata Hari.
AMI itu sangat berbahaya mba. Apabila tidak segera ditangani bisa sangat berbahaya.